Selasa, 15 Desember 2015

Peran Saya, Guru TIK Dalam Upaya Mencegah Korupsi Di Lingkungan Dan Masyarakat




I.     Pendahuluan
Korupsi, penyakit kronis yang sudah menggerogoti setiap sendi kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Tidak ada kata kecuali, seluruh lapisan masyarakat merasakan bagaimana dasyatnya penyakit ini menularkan virusnya dan menjadi momok menakutkan yang sampai sekarang belum ada formula yang tepat untuk mengentaskan penyakit kronis yang satu ini. Yang paling menyedihkan, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) seakan-akan bekerja sendirian tanpa dukungan penuh dari Kepolisian dan Kejaksaan, harus merasakan tekanan dari berbagai pihak, tidak terkecuali dari Anggota-Anggota DPR yang notabene adalah wakil-wakil rakyat yang bekerja di Parlemen untuk mensejahterakan kurang lebih dua ratus empat puluh jiwa Rakya Indonesia dari Sabang hingga Merauke.
KPK, adalah lembaga independen, bebas dari kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas Pemberantasan korupsi yang telah berakar kuat ditengah masyarakat Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002, KPK ada untuk melakukan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TPK) yang faktanya banyak dilakukan oleh oknum-oknum pejabat hingga pegawai rendahan yan bekerja di Lembaga-Lembaga Pemerintahan, baik itu pusat maupun daerah yang dilaksanakan secara masif, terstruktur, dan sistematis. Bahkan bisa di buatkan dalam bahasa konotasi yang lebih simpel, korupsi berjamaah.

Walau KPK sudah ada, kasus korupsi bukannya berkurang, malah makin merajalela. Masih segar di ingatan kita, bagaimana kronologis panjang seorang Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho bersama dengan istri mudanya, serta seorang pengacara kondang OC Kaligis menjadi pesakitan karena kasus korupsi dana Bansos. Kasus ini menggelinding bagaikan bola salju yang menyeret banyak nama kedalam pusaran kasus korupsi terbesar di tahun 2015 ini.
Atas dasar dan fakta bahwa korupsi sudah menjadi kebiasaan, maka KPK menggunakan berbagai cara dan pola untuk menghentikan dan menyadarkan semua lapisan masyarakat akan bahaya korupsi. Seperti tertera dalam Pasal 30 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara” yang artinya bahwa jika kasus korupsi adalah kejahatan yang dapat merongrong persatuan dan kesatuan, maka sudah wajib hukumnya apabila seluruh lapisan masyarakat bahu membahu untuk memberantas penyakit korupsi.
II.  Upaya Mencegah Korupsi Di Lingkungan Sekolah
Untuk itulah, maka saya terdorong untuk ikut berperan serta dalam upaya dan usaha pencegahan perilaku atau tindakan korupsi di rumah, sekolah, lingkungan sekitar, khususnya di tengah-tengah masyarakat dengan menyumbangkan karya tulis peran yang sudah dan yang akan saya lakukan dalam upaya mencegah korupsi. Seperti pepatah mengatakan “Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati”, demikian juga untuk penyakit korupsi agar penyakit ini tidak menular lebih luas, sudah seharusnya Guru dan Orang Tua berperan lebih aktif dengan memberikan Pendidikan Anti Korupsi sejak dini di dalam keluarga. Sikap dan sifat-sifat yang menghindari diri dan keluarga dari perilaku korupsi sudah harus ditanamkan sejak dini di keluarga.
Salah satu kunci kesuksesan KPK dalam menjalankan tugas Pencegahan Perilaku Korupsi para pejabat adalah dengan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) hasil dari Penyadapan Pembicaraan Lewat Telepon Seluler yang ditentang oleh banyak kalangan, termasuk oleh DPR. Namun saya sangat setuju dengan Penyadapan menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (IT), dan kalau bisa diperluas jaringan penyadapannya dan area kerjanya. Sehingga KPK dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, yaitu: Melakukan Tindakan-Tindakan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi, dan Melakukan Monitor Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Negara dengan memanfaatkan Perangkat Teknologi Canggih untuk memonitor jalannya pemerintahan dan meminimalisir canggihnya perilaku korupsi berjamaah.
Menurut saya, dan yang telah saya praktekkan bahwa korupsi dapat kita berangus dengan banyak cara. Kita bisa mengambil bagian dalam upaya mencegah korupsi, sehingga korupsi bukan lagi perilaku yang dihalalkan, tetapi diharamkan, seperti yang telah saya terapkan di rumah :
1.      Karena saya seorang Pegawai Negeri Sipil (guru), saya mencoba berbagi yang seadil-adilnya dengan istri saya yang hanya sebagai Ibu Rumah Tangga yang bertugas untuk mengurus anak-anak. Gaji PNS saya saya bagi dua dengan adil, dimana setengah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, dan setengah lagi untuk ditabung agar dapat mewujudkan membeli rumah yang layak untuk masa depan. Terkadang, dengan gaji pas-pasan bingung, tetapi pelajaran untuk hidup sederhana yang kami dapatkan semenjak kecil sudah membiasakan kami untuk tetap tabah tanpa berpikir untuk korupsi.
2.      Mencukupkan diri dengan rezeki yang didapat, tidak mengambil hak orang lain adalah perilaku yang harus kita tanamkan dalam diri dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Menyunat (memotong) yang seharusnya hak milik orang lain, bahkan sama sekali tidak memberikan apa yang menjadi hak orang lain, Ajaran Agama manapun pastilah mengharamkan sikap seperti itu, oleh karena itu di sekolah sikap seperti itu tidaklah bagus untuk diterapkan. Contoh sederhana yang saya lakukan, adalah memberikan hak para siswa di sekolah, misalnya: ketika Ekskul Sepakbola bertanding, saya selaku pembina Ekskul tersebut membawa peserta didik saya untuk bertanding dengan sekolah lain dalam ajang resmi yang diselenggarakan oleh Dispora Kota Medan. Anak-anak kita bawa bertanding, otomatis kan ada uang transport atau uang minum untuk para pemain saat bertanding sesuai dengan proposal yang telah disetujui dari dana BOS ataupun Komite. Nah, saya sebagai Pembina Ekskul, haruslah memberikan apa yang menjadi hak pemain, tanpa harus memotongnya sepeserpun. Ini adalah contoh pendidikan karakter yang sederhana bagi peserta didik.
3.      Melaksanakan Tugas Pokok dan Fungsi yang telah diberikan dengan sepenuh hati, tanpa banyak menuntut atau menggunakan perhitungan materi, artinya tidak selamanya pekerjaan itu diukur dengan uang. Saya sebagai Guru TIK di sekolah, sudah semaksimal mungkin untuk membantu memecahkan masalah guru dalam mengoperasikan perangkat-perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan sebaik mungkin tanpa harus meminta imbalan, misalnya: Menginstall Laptop Guru yang kena virus, mengetik soal-soal ataupun Perangkat Pembelajaran Guru tanpa harus menyebutkan angka-angka atau biaya pembuatan, tetapi iklas memberi, dan iklas menerima. Berusaha untuk tepat waktu dalam mengajar, tidak terlambat, memberikan tugas yang tidak membutuhkan biaya yang banyak (disesuaikan dengan kondisi peserta didik), selalu mendisiplinkan diri, lalu peserta didik, jikapun terpaksa harus keras menerapkan peraturan dan tata tertib kepada peserta didik.
4.      Mendukung sikap Transparansi (Keterbukaan) penggunaan dan penyaluran dana BOS maupun dana Komite Sekolah yang dikutip dari anak-anak, sehingga dana itu tidak rentan untuk dikorupsi. Sangat disayangkan bahwa dana-dana sekolah terkadang tidak transparan penggunaannya, saran saya buat KPK agar membuat sebuah model atau program yang dapat mengaudit atau melihat penyaluran dana-dana BOS maupun Komite, karena terkadang apa yang menjadi hak guru dari dana Komite rentan untuk disalah gunakan.
III.             Upaya Mencegah Korupsi Dari Sekolah
 Dalam Pelatihan Teacher SuperCamp Guru Menulis Anti Korupsi yang diselenggarakan oleh KPK, saya pernah memberikan pendapat agar pencegahan sikap korupsi dapat diaplikasikan dari dunia pendidikan, yaitu :
1.      Mendesain sebuah Pembelajaran Antikorupsi dengan metode atau model Pembelajaran Kontekstual / Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu suatu model Pembelajaran Antikorupsi yan holistik (menyentuh seluruh aspek kebutuhan pendidikan anak), dan bertujuan memotivasi peserta didik untuk memahami makna materi Pembelajaran tentang Antikorupsi dengan mengaitkan / menghubungkan materi pelajaran tentang Antikorupsi yang dia terima dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks  pribadi,  sosial,  dan  kultural)  sehingga peserta didik memiliki pengetahuan/keterampilan (life-skill) yang secara fleksibel dapat  diterapkan  (ditransfer)  dari  satu permasalahan/konteks  ke permasalahan/konteks lainnya, khususnya tentang masalah yang berhubungan dengan korupsi. Pembelajaran Kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi nyata tentang akar permasalahan, penyebab korupsi, jenis-jenis penyakit ini, hingga contoh-contoh masalah korupsi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, kedalam kelas dan mendorong peserta didik untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya agar tidak menerapkan perbuatan korupsi lagi ditengah-tengah keluarga maupun masyarakat, sehingga perilaku Antikorupsi dapat menjadi proses pembelajaran yang dibangun lebih alamiah dari kesadaran sendiri untuk keluarga, masyarakat, hingga Tanah Air Indonesia yang lebih baik tanpa korupsi.
2.      Hendaknya Pendidikan Antikorupsi dikembangkan di sekolah-sekolah dengan membuat format Ekstrakurikuler KPK (Komunitas Pemberantas Korupsi). Format Ekskul KPK dengan nama Komunitas Pemberantas / Pemberangus Korupsi ini dibuat seperti model Ekskul Pramuka, atau ekskul lainnya, dan wajib hukumnya dilaksanakan disetiap-setiap sekolah mulai dari jenjang SD, SMP, SMA/SMK/MA, dengan output atau goalnya, peserta didik lebih paham apa itu Pendidikan Antikorupsi, bagaimana cara menangkal menyebarnya penyakit kronis bernama korupsi ini, hingga dapat mencegah terjadinya korupsi berjamaah, korupsi balas dendam, korupsi karena ikut-ikutan, dan jenis korupsi lainnya.
Karena, pendidikan karakter yang baik yang diterapkan dirumah dan di sekolah dipercaya akan menumbuh kembangkan sikap anti korupsi bagi peserta didik yang dapat dibawa hingga kelak saat menjadi pemimpin negeri ini.
Sikap konsekuen dari orang tua dalam mendisiplinkan anaknya, sangat diperlukan untuk menghasilkan generasi yang displin dan berkarakter tidak korupsi. Orang tua tentu tidak ingin anaknya untuk bersikap tidak jujur, berbohong, maka orang tua harus menunjukkan hal yang sama sebagai contoh kepada anak. Jangan sebaliknya, orang tua menginginkan hal tersebut tetapi sikap/tingkah laku yang dilihat anak terhadap orang tua tidak sesuai dengan apa yang diajarkannya. Hal di atas sejalan dengan 18 teori membesarkan anak secara bijaksana seperti yang disampaikan oleh Dorothy Law Noite yang isinya sebagai berikut:
ü  Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
ü  Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
ü  Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah.
ü  Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri.
ü  Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri.
ü  Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian.
ü  Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah.
ü  Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
ü  Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
ü  Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
ü  Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai.
ü  Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri.
ü  Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan.
ü  Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar dermawan.
ü  Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan.
ü  Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
ü  Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
ü  Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran.
Nah, belum terlambat untuk mencegah sikap korupsi, karena tidak ada kata terlambat untuk berbuat suatu kebaikan demi negeri yang kita cintai ini. Mari kita cegah perilaku korupsi dengan membenahi sikap-sikap dan perilaku kita di rumah, sekolah, lingkungan sekitar untuk negara Indonesia Bebas dari Korupsi, bukan bebas untuk Korupsi. Pemahaman dengan mengatakan dan mengajarkan “Tidak” dan “STOP” pada Korupsi, tidak gampang tergoda untuk korupsi berjamaah, harus dipelihara sejak dini untuk Indonesia yang lebih baik.
IV.             Penutup
Revolusi Mental adalah semangat memberantas korupsi dan itu hanya mungkin terwujud, apabila dimulai dari dalam diri kita untuk melakukan semangat Revolusi tanpa melihat orang lain. Perilaku sadar yang diikuti oleh aksi nyata. Pertama, aksi nyata tingkat pribadi. Kedua, aksi nyata tingkat keluarga. Dan, ketiga, aksi nyata tingkat masyarakat akan pasti dapat menghentikan perilaku korupsi yang sudah menggurita, khususnya korupsi berjamaah yang sudah menjadi kebiasaan. Bersih-bersih dari diri sendiri di rumah, sekolah, lingkungan masyarakat adalah inti dari Semangat Revolusi Mental yang dimaksud oleh Pak Jokowi. Wujud nyata saya Mencegah Korupsi adalah, Semangat Jujur dan Semangat Cegah Korupsi

Medan, 13 Desember 2015

Karya Tulis ini dibuat untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Dalam Rangka Memperingati Hari Anti Korupsi Internasional Tahun 2015

Hormat saya,
Penulis,

Agus Oloan Naibaho, S. Kom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar