Jumat, 20 April 2018

Komunikasi Keluarga Kunci Sukses Pendidikan Menuju Keluarga Rukun dan Damai

Keluarga adalah segalanya dan Keluarga adalah oase serta Pendidikan Pertama untuk Masa Depan Anak-Anak


Keluarga adalah Oase Kehidupan”, begitulah ungkapan seorang Uskup ketika memberikan Kotbah di suatu malam menjelang Perayaan Paskah. Oase Kehidupan, ibarat orang yang sangat kehausan, sangat butuh air, sangat butuh kehangatan, ketika dia sangat membutuhkan dan merindukan itu semua, seketika itulah dia menemukan apa yang memuaskan dahaga dia, seperti itulah makna Keluarga sebagai Oase dalam Kehidupan kita.
Menurut Bahlil Lahadalia yang ditayangkan di laman sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id, disebutkan bahwa “Karakter kerja keras, kemandirian, dan keinginan untuk maju tidak dibentuk di sekolah tapi dibentuk oleh orang tua di rumah.” Sehingga Keluarga memang benar-benar selain oase adalah tiang dan penyangga anak dalam menggapai masa depan mereka. “Bagi saya, orang tua mempunyai kontribusi terbesar dalam pembentukan karakter hidup saya. Ayah saya itu buruh bangunan sedangkan mamak saya itu hanya pembantu rumah tangga sambil jualan kue-kue. Saya dan adik-adik serta satu orang kakak sudah diajarkan sejak kecil, sejak SD, untuk kerja keras sembari sekolah membantu ayah dan ibu, yakni berjualan kue. Saya pikir apa yang diajarkan ibu dan bapak itu bukan menyiksa anak-anak dengan disuruh uang sejak kecil, tapi merupakan penanaman daya juang. Dengan jualan kue, mental bisnis dan mental penguaha saya sudah diuji.”
Sepertinya itu sangat cukup jelas bagi kita kenapa keluarga sangat vital peranannya dalam menciptakan generasi Indonesia yang rukun dan damai dan maju serta bermartabat seperti yang diidam-idamkan oleh para pendiri Negara ini sejak dahulu kala.
Keluarga itu sangat penting sebagai oase dan pendidikan pertama untuk anak-anak kita. Itu saya buktikan, kala saya sangat merasakan capek, lelah dan stress dengan pekerjaan atau rutinitas yang sangat menyita perhatian, ketika saya pulang ke rumah, saya disambut dengan senyuman isteri tercinta, anak-anak yang berteriak “papa pulang..papa pulang”, sembari berlari kecil sampai ke pintu gerbang, seketika itu juga rasa capek, rasa lelah dan rasa stress, penat karena pekerjaan langsung hilang seketika. Semua pikiran, semua rasa kesal sudah kembali pulih dengan kekuatan senyum dan suasana yang ditawarkan oleh keluarga yang telah saya bina.
Keluarga yang rukun merupakan tiang utama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Keluarga rukun adalah penyangga utama didalam keluarga hingga bisa ‘menghasilkan’ anak-anak generasi bangsa Indonesia yang bisa menjaga Kerukunan, Kedamaian hingga Toleransi Bernegara.
Ibarat sistem komputerisasi, maka Keluarga adalah alat “memproses” anak-anak untuk menggapai masa depan mereka. Permasalahannya, bagaimana orangtua berperan dalam memproses hingga mampu menghasilkan anak-anak  yang nantinya mampu menciptakan kerukunan dan kedamaian serta terlebih mengerti dan menghargai sesamanya yang ternyata beda agama, suku maupun berbeda fisiknya?
Keluarga merupakan pondasi utama pendidikan anak. Orangtua merupakan tokoh pertama yang dikenal anak untuk mendidik, mengajarkan, memberikan kasih sayang, tempat terjalinnya komunikasi, orang yang menjadi panutan, hingga sosok yang bisa menciptakan momen-momen kebahagiaan buat anak. Kualitas keluarga akan terlihat dari kemampuan orangtua untuk menjalin komunikasi hingga memberikan pendidikan sebagai Guru pertama anak-anak.
Itu saya sadari langsung, sebagai kepala keluarga, harus lebih dekat dengan anak-anak adalah tindakan nyata untuk menceriakan, menghangatkan dan mencurahkan kasih sayang kepada anak-anak sebagai anugerah dan titipan dari Yang Maha Kuasa. Lantas bagaimana tindakan nyata yang seharusnya orangtua terapkan agar anak-anak merasakan kebahagiaan mereka?
Banyak paham yang beredar ditengah-tengah masyarakat yang menyatakan seperti ini: “Untuk membahagiakan anak-anakmu, berikanlah uang atau materi yang mereka inginkan, pasti mereka akan bahagia!”. Padahal itu salah besar. Uang atau materi bukanlah segalanya sumber kebahagiaan anak dalam sebuah keluarga. Melainkan kasih sayang, perhatian, jalinan komunikasi aktif, saling menghargai dan saling berbagi, serta bersyukur adalah tindakan-tindakan sederhana namun sangat bermanfaat untuk membahagiakan keluarga.
Dalam buku “Communication is Key to Your Marriage”, disebutkan bahwa keluarga yang bahagia justru terbentuk dari dua orang yang tidak sempurna, namun mereka berjanji untuk menyerahkan diri dalam cinta kasih dan mau saling menerima kekurangan serta kelebihan masing-masing, berjanji untuk saling mencurahkan cinta kasih hingga ke anak-anak mereka. Lantas bagaimana caranya membahagiakan anak-anak di setiap moment? Ini pertanyaan yang sungguh membuat saya pribadi lebih semangat untuk dekat dengan keluarga.
Kedekatan dengan keluarga akan menghasilkan momen-momen bahagia yang tidak dapat terlupakan bersama dengan anak-anak. Ada banyak momen bahagia yang sangat berpotensi menjadikan anak-anak sebagai subjek penting dari upaya menghasilkan Generasi Indonesia yang berkualitas menuju Indonesia Emas 2045.
Sebagai wujud tindakan nyata dalam membahagiakan anak-anak lewat momen-momen seru dan juga lewat momen-momen sederhana namun bisa membangkitkan kemampuan otak kanan anak-anak kita.
Menjadi Ayah SIAGA & BERDIKARI
Sekilas tentang Otak Kanan. Otak kanan anak sangat perlu dilatih sedini mungkin untuk mengimbangi kemampuan akademik mereka yang mereka dapatkan dari bangku sekolah, sebab Otak Kanan adalah otak yang mengendalikan aktivitas yang sifatnya imajinasi, divergen (meluas), kreatifitas, ide-ide, music, emosi, intuisi, abstrak, spiritual, simultan, bebas, daya cipta, inovasi, kebahagiaan, keiklasan, keuletan, keindahan, kejujuran, spirit, dan lain sebagainya.
Nah, sebagai bentuk aplikasi kasih sayang saya kepada keluarga, khususnya anak-anak, maka bertepatan dengan bulan kasih sayang yang jatuh di bulan Februari, saya menceritakan kisah-kisah atau momen-momen spesial yang sudah terbiasa saya tunjukkan kepada anak-anak, maupun orang yang saya cintai, diantaranya : (1) berusaha mengantarkan anak-anak ke sekolah setiap hari. Ini sebagai bentuk tanggung jawab nyata dalam mendekatkan diri dengan anak-anak. Disamping itu, juga memberi rasa aman,nyaman dan perhatian khusus serta memberikan rangsangan (stimulus) bagi anak, jika anak sangat diperhatikan dan sangat dihargai, maka dari sekarang belajarlah menghargai sesamanya.
Ketika saya mengantarkan anak ke sekolah, selalu teringat dengan apa yang juga pernah dan mungkin masih dilakukan oleh Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Gubernur DKI sekarang, mempererat hubungan antara anak dengan orangtua, salah satunya dengan menghantarkan anak-anak kita sampai ke depan gerbang sekolah, begitulah nasehat beliau.
Langkah bijak ini harus ditempuh, selain memberi rasa aman, juga sebagai implementasi kasih sayang dengan disepanjang jalan tetap berkomunikasi seputar tempat-tempat yang dilalui, lalu diakhiri dengan ucapan, “baik-baik ya ‘nak di sekolah”. (2) mengajak anak-anak untuk rekreasi atau berwisata ke tempat-tempat wisata di kota Medan dan sekitarnya. Mengajak anak-anak refresing disaat-saat libur atau akhir pekan adalah momen-momen penting menghangatkan dan mencairkan suasana keluarga agar tidak bosan dengan suasana rumah saja. Mengajak anak-anak berenang di kolam renang akhir minggu, solusi bijak membahagiakan anak-anak.
Selain itu, tempat romantic dan berkesan juga sekaligus bisa membangkitkan pemahaman rohani yang kuat bagi anak-anak, tentunya mengunjungi tempat yang tidak asing lagi di kota Medan, Graha Annai Maria Velangkanni, atau biasa disebut Velangkanni. Mengapa harus kesana? Mungkin bagi saya karena tempat itu memiliki banyak sejarah makna dalam proses pembentukan keluarga sekarang.
Selain itu, tentunya dengan mengunjungi tempat tersebut, anak-anak sejak dini diberi pemahaman akan relief-relief maupun bagian-bagian dari Graha tersebut yang kesemuanya memiliki makna agar kita saling menghargai, menumbuhkan-kembangkan sifat-sifat toleransi, mengerti akan arti dari cinta-kasih itu yang sebenarnya. Rasanya tidak lengkap jikalau tidak mengunjungi Graha ini minimal satu kali dalam satu bulan, kenapa? Lagi-lagi karena daya tariknya yang selalu mengingatkan saya dan ibunya untuk kembali ke tempat ini minimal mengajak anak-anak berdoa. Yang lucunya, putri sulungku selalu mengingatkan saya agar tidak lupa ke Graha Velangkanni ini.
Sebenarnya untuk membahagiakan dan menceriakan suasana keluarga masih banyak cara-cara yang dilakukan, mulai dari kebiasaan-kebiasaan membangun komunikasi dalam keluarga, membawakan makanan kesukaan anak-anak, diakhir pekan jika memungkinkan makan bersama seusai melaksanakan Ibadah Gereja di tempat yang disukai, makan bersama dirumah minimal waktu sarapan pagi atau makan malam, diusahakan makan bersama, menjauhkan gadget dari anak-anak, digantikan dengan belajar bersama adalah bentuk-bentuk kebiasaan untuk menjalin kebahagiaan bersama anak.
Sementara berekreasi, mengunjungi tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah, seperti Istana Sultan Deli, Menara Tirtanadi, Museum Perjuangan, hingga tempat bersejarah Kota Medan lainnya sangat memberikan pengetahuan baru dan kebahagiaan bagi anak-anak, sehingga kehangatan dan wujud kasih sayang tersebut tetap memancar dalam keluarga. Semoga! @SahabatKeluarga