Dibawah pohon mangga depan rumah kutatap langit biru.
Diantara awan putih berarak kulihat wajah Melani yang sendu, hidungnya yang
mancung dan mata besarnya yang indah mengisyaratkan cinta. Tapi cepat kutepis
bayangan itu, kubuang jauh, tak mau bayangan itu selalu
turut serta, tak kuat aku patah hati lagi untuk yang kedua kalinya. “Melani…aku sayang kamu, tapi jangan
kirim salam
lagi buatku. Karena kau pasti pergi dariku, begitu kau tahu aku penjahit sepatu”.