Dibawah pohon mangga depan rumah kutatap langit biru.
Diantara awan putih berarak kulihat wajah Melani yang sendu, hidungnya yang
mancung dan mata besarnya yang indah mengisyaratkan cinta. Tapi cepat kutepis
bayangan itu, kubuang jauh, tak mau bayangan itu selalu
turut serta, tak kuat aku patah hati lagi untuk yang kedua kalinya. “Melani…aku sayang kamu, tapi jangan
kirim salam
lagi buatku. Karena kau pasti pergi dariku, begitu kau tahu aku penjahit sepatu”.
Dua tahun lalu aku pernah pacaran, tapi pacarku
pergi dariku begitu tahu aku hanya penjahit sepatu. Sejak itu tak
mau aku lagi pacaran. Sejak itu, jika cinta datang kepadaku, cepat kusuruh pergi jauh, jangan datang lagi, namun jika dia
datang lagi, perlahan kubunuh sampai mati. Maafkan aku
Melani….terpaksa kubunuh cintamu, bukan aku tak cinta padamu, tapi tak kuat menanggung sakit hati lagi, sakitnya tuh disini, sakitnya masih terasa sampai
sekarang.
Sepulang sekolah, seperti biasa, dengan membawa
beberapa tapak dan sol sepatu, aku pergi ke pasar kecamatan, membantu Ayah menjahit sepatu. Sejak SMP sampai
kelas 3 SMA sekarang ribuan sepatu sudah ku tambal sulam. Sebagai anak tertua, aku merasa
terpanggil turut serta meringankan beban Ayah membesarkan ketiga adikku. Sebenarnya
pekerjaan itu tidak terlalu sulit, tapi status
anak penjahit sepatu membuatku sedikit malu diantara sahabat-sahabatku.
***
“Yogi…Melani kirim salam lagi..!” ujar Agus sahabatku
“Sudah kubilang padamu, katakan padanya aku
penjahit sepatu…?!”
“Sudah …!,sudah tahu dia.,Tapi dia tak peduli..!”
“Ah…aku masih trauma..! “
“Melani beda Gi…dia bukan cewek matre”
Kami saling diam, selanjutnya kujelaskan kepada sahabatku
bahwa aku juga sayang pada Melani, tapi trauma psikis pengalaman masa lalu membuatku
terpaksa menolak cintanya. Sakitnya beda. Kalau pacar kita pergi dengan cowok lain..!, itu mah
gampang…!, besok, kita cari aja yang lain..!, tapi…jika dia pergi karena malu pacaran sama kita!?, kemana kita
harus mengadu!?. Apa aku harus berhenti membantu Ayah ? atau, apa harus kusuruh Ayahku mencari pekerjaan lain?!. Maaf…aku rasa, lebih mahal dan berharganya keluargaku
dari pada cinta wanita…!.
Penjelasan-ku membuat temanku Agus takut. Sejak itu tak pernah lagi
dia menyampaikan salam buatku, padahal salam darinya kadang membuat hatiku senang bangga tersenyum
bahagia. Tapi kini tak ada salam lagi darinya? ada rindu pada hangat
tatap mata wanita yang terasa mulai hilang. Perlahan trauma psikis
penolakan cinta dariku menyebar di kalangan wanita di sekolahku. Para wanita di
sekolahku mulai menjauh dariku, mereka mengatakan aku manusia sombong karena
tampan. ”Ah…ehe….”, aku menarik nafas panjang. Bagaimana
mungkin anak tukang sepatu dapat berlaku sombong..!
***
Matahari bersinar
terang bergeser ke barat ,langit biru tertutup
awan putih ,angin sore menerpa anak rambut jatuh
di kening anak gadis itu. Sudah satu jam
dia berdiri disitu, dibawah
emperan toko, dibalik tukang perbaiki jam, diantara keramaian. Lama..dari kejauhan di seberang jalan, matanya memperhatikan pemuda yang di kaguminya
sedang bekerja menjahit sepatu. Kadang matanya ikut menari-nari diantara jarum
sepatu. Ada cinta tumbuh tinggi
di hatinya pada Yogi, teman
sekelas-nya .
Sudah berulang
salam disampaikannya, tapi tak pernah dihiraukan oleh
Yogi. Kabar yang didapat bahwa pemuda itu patah hati atas
cintanya yang pergi karena profesi penjahit sepatu. Tapi dia bukan
wanita matre…?, Ingin rasanya
dia sampaikan cinta yang jujur ini pada pemuda itu, bahwa cintanya suci murni, tak akan goyang walau badai menerpa, apalagi sekedar penjahit sepatu?. Kembali dia amati Yogi dari kejauhan, jangan ragu akan cintaku Yogi……aku rela hati
menemanimu setiap hari menjahit sepatu….!.
Gadis itu
mengagumi Yogi bukan karena wajah tampannya, tapi
ke besaran hatinya membantu Ayah menjahit sepatu. Ada rasa kagum-bangga, melihat anak yang berbakti kepada orang tua. Ada rasa kagum
pada Yogi yang tampan dan rajin bekerja. Ada
khayalan terbang jauh tinggi ke awan menembus masa
depan merajut hari bersama Yogi. Betapa
indahnya menyiapkan jarum dan lem sepatu, mencium
tangan melepas Yogi berangkat bekerja menjahit sepati..?!.
Tanpa disadari
gadis itu, perlahan kios memperbaiki jam beranjak pulang, tak ada lagi
pelindung pandang kepada pemuda itu. Secara bersamaan Pemuda itu juga mengangkat kepala menoleh ke keramaian, melihat sosok gadis
cantik di kejauhan. Mereka
tertumbu pandang, saling tatap
lama juga. Gadis
yang tersadar dari lamunan
panjang, terkejut mendapati tukang
jam tak ada lagi melindunginya. Dengan wajah merah padam gadis itu terkejut
tergesa-gesa beranjak pergi.
Pemuda itu tahu sosok gadis itu. Tubuh
tingginya yang sedang, wajah sendunya, tatap matanya, tak asing baginya. Itu pasti
Melani, teman se-kelasnya yang kirim salam
padanya. Banyak cowok disekolah yang mengharapkan cinta Melani, tapi tak dihiraukan oleh Melani, malah dia
kirim kepada-ku?. Mau apa dia
kemari? apa yang di carinya? Apakah sudah lama dia melihatku? Kenapa dia
pergi?. Apakah benar dia mencintaiku? Maafkan aku Melani..bukan
aku tak mencintaimu..tapi takut aku luka tersayat patah hati lagi, tak kuat ku memikul beban cinta ini..?!.
***
Jam istirahat sekolah Yogi agak malasan keluar
kelas, rencananya akan ke kantin, tapi tiba-tiba dia terkejut, persis di
pintu kelas tanpa sengaja dia bertabrakan dengan Melani masuk membawa jajanan ”Oh..maaf” ujar Melani
pelan tertunduk malu karena cintanya yang tak di terimakan. Yogi diam
berlalu keluar. Lucu…sejak melani kirim salam, mereka seperti tak saling
kenal, padahal mereka satu kelas!?. Ah….kadang cinta dapat menjauhkan kawan dari kita?.
Sejak Melani
kirim salam, mereka nyaris tak berteguran,
seperti anak kecil yang memboikot
pertemanan, padahal
mereka duduk pada baris yang sama, hanya berjarak 3 meja. Lucu…jarak yang sebetulnya dekat
tak menjadi jaminan persahabatan bisa
menjadi hangat, apalagi jarak
yang jauh?. Pernah oleh guru Fisika mereka
dibuat satu kelompok, tapi mereka
sekedar curi pandang. Kadang selisih
jalan-pun tak ada kata sepatahpun keluar dari mulut mereka.
Ketika guru
Biologi menyuruh anak yang duduk disamping Yogi
menjawab pertanyaan, mata Melani
melihat kebelakang, bertubrukan
dengan mata Yogi. Kepala Melani
sangat takut menoleh ke belakang, karena perasaan-nya Yogi selalu memperhatikan, demikian
juga Yogi. Ah…kadang
mereka grogi sendiri, ada perasaan
selalu ingin diperhatikan.
Mereka memang
jarang bertegur sapa, tapi hati mereka selalu bicara. Yogi seakan tahu persis apa yang sedang dikerjakan Melani. Sebaliknya, Melani juga tahu apa yang sedang diperbuat Yogi di debelakangnya. Yang paling dahsyat
lagi, saat guru meng-absen
siswa, ketika nama Yogi
dipanggil guru maka spontan jantung Melani berdebar kencang. Begitu juga sebaliknya, ketika nama Melani dipanggil guru, maka ada jarum menusuk tajam di dada Yogi.
Ya..mereka saling cinta, saling memikirkan orang yang di cintainya. Hampir tak pernah hati mereka berhenti melihat
orang yang mereka cintai, bukan sekedar melihat dengan mata kepala, bahkan mata hati mereka mampu menembus dinding, menembus
batas. Bayangkan ..!?, ketika Melani main di kelas sebelah, tapi Melani
tahu, apa
yang di lakukan Yogi di kelas mereka?, sedang
ngapain dia? bagaimana gerakan
tangannya?, siapa kawannya bicara?. Semua tentang
Yogi dapat dilihatnya dengan mata hati cinta.
***
Siang agak panas, matahari bersinar terang diantara
awan putih menutupi langit biru. Sepulang sekolah Yogi disuruh Ibu membeli bahan penjahit
yang sudah habis, ke kota besar, rencananya langsung membawa bahan
dan membantu Ayah di kota kecamatan. Setelah membayar ongkos angkot, ketika akan menyeberang
jalan menuju toko, langkahnya terhenti. Diseberang jalan dia melihat anak gadis
dengan seragam sekolah sedang menimbang cabai buat pembeli di kaki lima pinggir jalan. Oh..Melani..?!
Lama dia tatap gadis itu dari balik tukang es cendol
pinggir jalan. Dia melihat Melani agak sibuk melayani pembeli. Ou…dia jualan di kaki lima?. Oh …Melani …nasib kita tak jauh beda, anak yang
membantu orang tua? Kau tak sempat lagi bertukar baju? Mungkin kau sangat lelah? Maafkan aku
Melani.. berburuk sangka padamu? Penampilan-mu tak mengisyaratkan kehidupan yang
sederhana? Yogi menyesali perasaan berburuk sangka kepada Melani, kemudian dia berjalan
bersembunyi takut terlihat oleh Melani.
Tanpa sengaja Yogi melihat kehidupan Melani yang sebenarnya, ada rasa menyesal tidak menerima cinta
Melani yang jujur dan suci. Sudah hampir tiga bulan rindu itu tak dirangkaikan karena rasa rendah
diri yang dalam, padahal Melani juga gadis yang sederhana, sama seperti dirinya?. Ya…cinta yang
dibunuh perlahan, kini akan dihidupkan kembali,
di siram dan di rawat agar tumbuh kembang dan rindang. Ya…besok
sepulang sekolah akan ku sambut cinta yang kau sampaikan, ku rangkaikan
terikat kuat, tak mau kulepaskan lagi.
***
Malam semakin dingin, angin sepoi mengusik daun
mangga. Cahaya bulan purnama bersinar terang
dihiasi bintang bertaburan indah. Diantara
langit biru kulihat bayangan Melani menatap tajam penuh harapan akan cinta yang
tak jadi ku sampaikan
tadi siang, karena dia tidak datang ke sekolah. Kabar yang kudapat Melani dirawat di rumah sakit. Ada iba dan rasa kasihan melihat
cinta itu layu sebelum berkembang. Bagaimana sakitmu Melani? Apakah penyakitmu tak
membahayakan? Semoga cepat sembuh Melani…?!
Berbagai tanya datang bergantian berlompatan antara
kasihan, sayang, rindu dan cinta bergelut jadi
satu. Sudah tiga hari Melani tak datang kesekolah. Selama itu Yogi merasa
kehilangan, ada rindu datang, mengusik hatinya, jiwanya. Kemarin
temanya dan guru wali kelas datang menjenguk Melani, tapi Yogi tak ikut. Dia ingin
datang sendirian, tak mau terganggu, karena dia akan membawa cinta yang hangat buat di
persembahkan untuk Melani. Ya…sepulang sekolah besok, dia akan kerumah sakit .
***
Sore yang indah matahari mulai bergeser sedikit ke barat, ada awan gelap
menyelimuti langit biru di sebelah timur, mungkin disana akan turun
hujan. Aku bergegas berjalan tergesa-gesa menuju ruang cempaka kamar 46, kubawakan
seikat kembang dan buah-buahan. Kubuka pintu kamar 46 perlahan, Ku lihat Melani
terkejut melihat siapa yang datang?. Disambutnya
kembang yang kuserahkan dengan tatap mata rindu yang dalam. Perlahan kujabat
telapak tangan-nya erat, buat memeriksa panas badannya.
“Maaf…terlambat datang..”
“Eeh..”
“Terimakasih , atas salam-nya”
“Terimakasih juga, atas kunjungannya.”
“Cepat sembuh ya….agar bisa jualan lagi…”
“Nanti ..jika sembuh…tolong jahitkan sepatuku....?!”
“Tak ada kamu di kelas… aku kehilangan..”
“Setelah kamu datang… aku akan sembuh..”
“Jangan sakit lagi…sayang…..”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar